Kamis, November 8

KASIH RINDU


Genap sudah dua bulan sejak kita memutuskan untuk tak lagi berjalan bersama setelah satu tahun ini. Aku tahu, satu tahun itu bukan waktu yang sebentar namun bukan juga waktu yang lama. Kenapa? Buktinya kita masih tak cukup saling mengenal satu sama lain. Padahal, satu tahun lebih kita bersama. Tepatnya duapuluh dua bulan. Aku lelah olehmu, sikapmu. Dirimu yang selalu lari dari masalah, memperbesar masalah kecil, lalu marah dan bualan-bualan yang kau buat ketika kita bertengkar. Namun aku rindu. Aku rindu sikap malumu ketika aku menari sambil bernyanyi memandangimu. Aku rindu sikap manjamu yang seakan tak pernah ingin jauh dariku ketika kita duduk bersebelahan. Aku rindu pukulan ringan yang selalu kau lempar ketika aku membuatmu tertawa. Sudah dua bulan semua hal itu hilang. Kita tak lagi bicara, saling tatap-pun tidak. Meski aku tahu kau ingin menyapa.
Aku benci memandangmu, aku benci untuk harus dan ingin berbicara denganmu. Setiap kali kita berpapasan, rasa rindu dan ingin memeluk yang tersampaikan muncul. Dan aku membencinya. Setiap kali aku terdiam dan terpikirmu, hatiku sakit teringat apa yang sudah kamu, kita lakukan selama duapuluh dua bulan itu hilang begitu saja. Karena itu lah aku tak ingin melihat dan bahkan mengingatmu meskipun rasa rindu ini menusukku sampai ke tulang.
Dua bulan ini aku terbelenggu dalam kesedihan. Rasa rindu yang tak tersampaikan menusuk perih sampai ke tulang. Meremas jantung yang kau tahu lemah. Aku tak tahan menahan perih ini, aku mencari penggantimu, namun gagal. Secara mendadak dia pergi ketika aku baru saja lupa akan kehadiranmu. Namun kini, dirimu mengusik mimpi-mimpiku lagi. Aku yang biasanya berbicara denganmu setiap pulang dan pergi sekolah harus merasa kesepian karena bosan harus berdiam diri di atas motor. Aku mencari penggantimu. Musik. Aku selalu mendengarkan musik setiap aku berada di atas motor sendirian, bernyanyi, berteriak tanpa malu di tengah jalan raya menghilangkan rasa kosong pada perut yang biasa kan peluk, pada dadaku yang biasa kau elus. Tapi kau tak tergantikan. Terkadang aku merasa aku ingin pandai bermain gitar. Bukan untuk ketenaran, tapi untukmu. Aku berharap kesedihan yang membelenggu ini dapat aku sampaikan kepadamu dengan bernyanyi sambil bermain gitar. Kenapa tak bicara langsung? Aku takut.
Aku benci untuk jujur, mungkin karena itulah setiap kali kau bertanya,”kamu kangen aku?” atau  “kamu masih sayang ngga sih?” aku tak ingin jawab. Aku takut akan reaksi. Aku takut apa yang akan aku menerima reaksi buruk dari kejujuran yang aku katakan. Sebagai contoh, bagaimana jika kau telah menemukan orang lain tapi karena aku menjawab “iya” ketika kamu menanyakan salah satu dari pertanyaan di atas, kamu lebih memilih aku karena merasa kasihan. Karena merasa kamu sudah terbiasa dengan pelukanku. Karena suatu alasan selain bukan cinta yang murni. Aku takut akan itu.
Rasa rindu ini tak sanggup lagi ku tahan. Ingin ku tetes kan air mata karena perihnya, namun rasanya berat. Aku hanya ingin menangis dalam pelukmu. Itu janjiku. Tapi maaf, malam ini, aku tak sanggup lagi memegang janjiku. Berselimut dinginnya malam hari ini karena hujan, aku teteskan air mataku tanpa pelukmu. Aku rindu. Dalam surat ini, aku katakan isi hatiku yang tak pernah sanggup ku sampaikan. Maafkan aku sayang.

Aku rindu 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar