selama tiga minggu ini gue mendapatkan banyak masalah disekitar gue. satu hari, gue cerita sama salah seorang perempuan yang selalu mengerti apa yang gue rasa, gue mau dan cara berfikir gue. setelah gue menceritakannya dia membuatkan sebuah cerita. cerita tentang gue didalamnya. so, here it is..
Aku baru saja selesai dengan beberapa urusan kecil tak maknaku ketika aku menemui Sat terduduk di kursi lusuh di depan sekolah. Aku melihatnya sedang bernyanyi sambil diiringi gitar oleh seorang teman. Aku suka suaranya sama seperti aku menyukai suara Ukhmar. Indah dan begitu syahdu merasuki siang yang agak teduh ini. Aku berusaha mendengar dan menikmati suaranya. Aku merindu Ukhmar dan aku merindu bagaimana ia bernyanyi untukku. Kau tahu, aku sangat benci merindu. Dan sekarang aku harus kembali berperang dengan rindu yang kini berhasil memukulku telak di pusat dadaku. Ukhmar, aku rindu.
Aku amat menikmati suara Sat dan tak menyadari bahwa ia menyanyikan salah satu lagu yang aku suka. Aku menyambarnya dengan pertanyaan ringan kemudian tangannya memerintahkan aku untuk duduk di sebelahnya. Aku sangat tahu Sat sedang bersedih tanpa tahu alasan mengapa ia bersedih. Aku harap aku bisa membantu.
Aku berjalan mendekati Sat dan duduk tepat di samping kanannya. Aku menyanyikan beberapa baris lagu dan ini cukup menghibur, setidaknya untuk diriku sendiri. Sat menyanyikan beberapa lagu yang tak aku hafal liriknya adalah alasan mengapa aku tak ikut bersenandung dengannya sama seperti lagu pertama saat aku duduk di sebelahnya. Lagi, aku sangat menikmati suara emas Sat.
Sudah beberapa lagu terlewati dan konser tunggal Sat berakhir. Suara nyanyian gitarpun terhenti. Senyum di wajah Sat kembali hilang. Aku bertanya padanya soal apa yang terjadi.
“Aku hanya sedang sedikit bingung, Nar.”, jelasnya pelan. Aku bisa dengan jelas membaca raut wajahnya saat itu. Raut wajah Sat lebih muram dari langit kelabu sebelum hujan di sabtu sore yang selalu berhasil membuat setiap jiwa muda bersedih karena tak bisa menghabiskan malam minggu di luar rumah. Berkati aku, Tuhan. Aku harap aku bisa cukup membantu Sat di sisa hari ini.
“Kenapa?”,tanyaku sambil menatap matanya dalam.
“Lihat, dia sedang bersama lelaki itu. Aku cemburu. Demi Tuhan, aku cemburu. Siapa sih lelaki yang tak sakit hatinya ketika melihat wanita miliknya sedang mengobrol dengan lelaki lain dan ia begitu dingin ketika berbicara dengan kekasihnya? Kamu mengerti maksudku, kan, Nar?”
“Paham. Ada apa sebetulnya?’
“3 minggu terakhir ini adalah minggu paling brengsek yang pernah ada. Ia begitu dingin padaku dan tak melakukan hal yang sama dengan lelaki lain. Aku butuh kepastian, Nar. Ketidakpastian ini begitu membunuh. Aku sekarat. Dan satu-satunya obat dari sakitku adalah kepastian darinya.”
“Lalu? Apa yang sebenarnya kamu harapkan dari wanita itu?”
“Aku ingin dia yang dulu, aku merindukan dia yang dulu. Aku sudah mencoba untuk memperbaiki apa yang salah dariku. Tapi, setiap kali aku mencoba untuk memperbaiki apa yang salah darinya, ia selalu tak mau terlihat salah.”
“Aku paham. Aku paham.”
“Aku… hanya… tak mengerti tindakan apa yang dianggap paling tepat untuk sekarang.”
“Dan semua orang tak bisa memberimu solusi.”
Anggukannya membuat aku sedikit mengerti. Keadaan seperti ini memang selalu berhasil membuat semua orang terlarut dalam kesedihan. Aku selalu tahu bahwa agama selalu melarang kita menjadi seperti ini, tapi, apakah setiap orang bisa berhasil mengatasi kesedihannya?
Aku dan Sat membuat waktu berjalan terasa lebih cepat hari ini. Kami saling bercerita sepanjang jalan dan kami tahu bahwa kami sedang menghadapi spesies manusia yang sama. Kekasih Sat adalah seorang yang sedang begitu acuh tentang dirinya dan Ukhmarku juga sedang melakukan yang sama. Kami berdua sama-sama merindukan kekasih kami yang dulu. Apa daya, kami berdua tak bisa melakukan apapun selain berdoa untuk yang terbaik kepada Tuhan dan berharap Tuhan bisa menjaganya.
Dari sekian banyak cerita yang diuraikan Sat senja ini, aku paham bahwa Sat sangat ingin melupakan kekasihnya sejenak. Banyaknya masalah yang sedang menjadi tameng bagi buah pikir positifnya kini menjadi satu-satunya alasan mengapa ia terlihat seperti anak kucing yang haus akan air susu induknya. Aku sangat paham bahwa Sat membutuhkan bahu untuk bersandar dan badan untuk dipeluk. Sat hanya butuh beristirahat. Ia butuh waktu untuk dirinya sendiri dan melupakan sejenak semua masalah yang ada. Kau tahu, terkadang manusia mencapai titik lelahnya dan hal paling brengsek adalah ketika mereka tak menemukan tempat untuk beristirahat. Sat adalah penyendiri, atau bisa dibilang ditakdirkan sendirian. Aku benci melihatnya terpuruk dalam kesendirian. Sekarang, kau mengerti bagaimana aku begitu membenci kesendirian dan ketidakpastian, bukan?
Aku tak begitu percaya teori bahwa kesabaran manusia memiliki batas. Seorang mengatakan padaku bahwa semakin seorang manusia diuji semakin dia sabar. Yang jelas dan yang aku tahu, setiap manusia punya batasan. Batasan ini adalah bukan batasan kesabaran, tapi batasan untuk dapat mengerti orang lain. Emosi, amarah, dan perilaku agresi menyamarkan kesabaran dan batasan mengerti. Mereka berhasil membuat manusia percaya bahwa manusia punya batasan kesabaran.
Aku mengerti bahwa Sat hanya ingin dimengerti setelah banyak mengerti kekasihnya. Mungkin, selamanya orang dewasa akan selalu mengerti tanpa dimengerti namun akan selalu terkesan tidak mengerti. Selalu. Sat bilang bahwa bukan masalah yang besar jika memang dia sudah tak menyayangi Sat seperti dulu. Ia hanya butuh kalimat itu terlontar langsung dari bibir merah muda kekasihnya. Dan dari sini, akupun mengerti bagaimana rasa sakit dapat mengobati rasa sakit yang lain. Memang sakit ketika kita tahu kenyataan bahwa orang yang kita sayangi sangat dalam tak menyayangi kita lagi, tapi, adalah hal yang lebih menyakitkan bahwa kita tak mendapat kepastian dari orang yang kita sayangi sangat dalam tentang balasannya terhadap rasa sayang kita.
Perjalanan panjang ini terasa sangat singkat. banyaknya cerita Sat hari ini mebuat aku begitu bersyukur. Ukhmar meninggalkanku hari ini namun ternyata masih ada alasan untuk tetap tersenyum. Terkadang, kita harus menikmati rasa sakit ketika kita tersakiti. Terkadang kita harus mengobati lukanya tapi terkadang jalan terbaik adalah membiarkan lukanya kering dengan sendirinya. Disayat di tempat yang sama bisa membuat seseorang mati rasa. Tapi, bukankah mati rasa menghindarkan kita dari rasa sakit? Rasa sakit mungkin bisa mewarnai hidup kita, tapi mati rasa bisa saja membuat pelangi yang sudah kita torehkan lebih indah. Sebuah pelangi bisa terlihat sangat indah tanpa noda sakit yang ada di antara warna indahnya.
Satku, saudara laki-lakiku tersayang, aku hanya bisa berdoa agar kau menemukan kepastianmu sesegera mungkin. Doa setelah shalat fardhuku menjadi satu-satunya bingkisan terindah yang bisa aku rangkai untuk menghiburmu. Tuhan bersamamu.
so that's all. anyway.. kalau kalian pada suka sama apa yang temen gue tulis, kalian bisa liat tulisan-tulisannya disini. but, someday URL-nya bisa ganti loh ya!
Nar, thank's for your story..
thank's for reading people. see you soon!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar